Home / Berita

Senin, 8 April 2019 - 11:26 WIB

Memperbincangkan Target 7000 MW dari Sektor Panasbumi Tahun 2025

PLTP Gunung Salak

PLTP Gunung Salak

PABUMNews- Bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia pada tahun 2025 ditargetkan 23 persen, di mana sektor panasbumi ditargetkan menyumbang 7000 MW. Dengan kapasitas panasbumi sekarang ini yang baru sebesar 1.948,5 MW, maka dalam 6 enam tahun waktu yang tersisa, sektor panasbumi harus menghasilkan 5.051,5 MW, atau hampir 1000 MW per tahun.

Yunus Daud, pakar panasbumi dari Universitas Indonesia (UI), dalam paparannya yang dimuat kompas.com Jumat (5 April 2019) dengan judul “Geotermal Indonesia, dari Potensi, Pemanfaatan sampai Rencana ke Depan” menyatakan bahwa target ini merupakan proyek ambisius. Akan tetapi dalam berbagai kesempatan ia pun menyatakan, geotermal merupakan sumber energi ramah lingkungan terbesar yang dimiliki Indonesia, sehingga keberadaannya harus dimanfaatkan.

Ia menyatakan, pemanfaatan panasbumi dibutuhkan investasi yang besar, penyiapan teknologi eksplorasi dan produksi, manajemen, penyediaan sumberdaya manusia yang kompeten dengan jumlah yang cukup, serta dukungan iklim investasi yang menarik bagi investor.

Butuh dana ratusan triliun untuk mengejar target

Seperti dikatakan Yunus Daud, pengusahaan panasbumi dibutuhkan investasi yang besar. Abadi Poernomo, mantan Ketua Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) dan mantan Direktur Pertamina Geothermal Energi (PGE), saat diwawancara katada.co.id pada Juli 2017 lalu mengungkapkan, untuk memproduksi 1 MW dari panasbumi memerlukan US$ 4-5 juta. Investasi ini dua kali lipat investasi listrik dari batubara yang “hanya” memerlukan maksimal US$ 2 juta untuk kapasitas yang sama.

Baca Juga  Atasi Pandemi Covid-19, PGE Area Kamojang Berikan Bantuan ke Pemkab Garut

Jadi berapa dana yang dibutuhkan Indonesia untuk mengejar target 7000 MW hingga tahun 2025? Tinggal mengalikan antara sisa kapasitas yang harus dikejar dengan biaya produksi 1 MW. Jika diambil murahnya, yakni 1 MW dibutuhkan US$ 4 juta, maka US$ 4 juta kali 5.051,5. Totalnya US$ 22 miliar lebih. Jika dikonversikan kepada rupiah dengan nilai US$ 1 sama dengan Rp 15.000, maka kebutuhan anggaran untuk pengembangan panasbumi hingga tahun 2025 adalah Rp 330 triliun lebih…!!! Biaya ini tentu di luar pembangunan infrastruktur jaringan dan pengembangan kapasitas SDM.

Pertumbuhan kapasitas sektor panasbumi

Di luar kebutuhan anggaran tadi, sesungguhnya target 7000 MW hingga tahun 2025 memang sangat ambisius mengingat pertumbuhan kapasitas panasbumi Indonesia selama ini di bawah 200 MW per tahun.

Tahun 2014, kapasitas terpasang pembangkit panasbumi Indonesia sebesar 1.403,5 MW, kemudian tahun 2015 naik menjadi 1.438,5 MW, atau ada kenaikan 35 MW. Tahun 2016 naik lagi menjadi 1.643,5 MW (ada kenaikan 205 MW). Tahun 2017 menjadi 1.808,5 MW (ada kenaikan 185 MW). Kemudian tahun 2018 total kapasitas panasbumi mencapai 1.948,5 (naik 140 MW). Melihat data itu, hanya pada tahun 2016-lah, kenaikan kapasitas panasbumi Indonesia melebihi 200 MW, sementara di tahun-tahun lainnya di bawah 200 MW.

Baca Juga  Menteri ESDM, "Jangan Tanya Surat, Saya Belum Baca"

Namun target boleh disebut juga cita-cita. Sangat adil rasanya jika perbincangan kita tentang upaya Indonesia dalam memanfaatkan panasbumi, tak hanya melihat angka dalam target, tapi juga seberapa besar kerja keras dilakukan untuk mencapai target tersebut.

Thinkgeoenergy, portal terdepan tentang geothermal (panasbumi), dalam beritanya pada Februari 2019 lalu menyuguhkan data tentang pertumbuhan kapasitas panasbumi secara global. Dalam berita itu disebutkan, tahun 2018 Indonesia berhasil menaikkan kapasitas panasbumi sebesar 139 MW (versi thinkgeoenergy bukan 140 MW) dari tahun sebelumnya. Yang agak mengejutkan, dengan kapasitas sebesar itu Indonesia ternyata merupakan negara penyumbang terbesar kedua terhadap kapasitas panasbumi secara global. Sementara penyumbang kapasitas terbesar pertama tahun 2018 ditempati Turki dengan kenaikan 294 MW. Berapa Amerika Serikat yang memiliki kapasitas panasbumi paling besar di dunia? Ternyata hanya menyumbang 48 MW saja di tahun 2018.

Maka dengan data itu menunjukkan bahwa Indonesia memang serius dalam pengembangan panasbumi. (es)

Berita ini 307 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Berita

Ketua Umum ADPPI Hasanuddin: Saya Bertanggung Jawab terhadap Pamflet “#BersihkanIndonesia”

Berita

Panasbumi Dieng-Patuha, Tak Putus Dirundung Sengketa (Bagian 1)

Berita

Ikut Atasi Covid-19, Perusahaan Panas Bumi PT SEML Salurkan Bantuan Alat Kesehatan

Berita

Hitay Energy Mulai Terjun ke Lapangan Panas Bumi Tanjung Sakti Sumatera Selatan

Berita

Kawasan Wisata Air Putih Lebong, Bukti Dampak Positif Panas Bumi terhadap Masyarakat

Berita

Ketum ADPPI : “Kewenangan Penyelesaian Protes atas PLTP Gunung Talang Ada di Pemerintah”
Kebijakan Transisi Energi Nasional

Berita

Kemenkeu Perkuat Fasilitas Dana Pembiayaan Infrastruktur Panas Bumi

Berita

Pemkab Tapanuli Utara Berharap Kepemilikan Saham dari PLTP Sarulla