Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi. (*)
PABUMNews – Rencana PT PLN (Persero) untuk melakukan renegosiasi kontrak dengan pihak IPP (Independent Power Producer) atau pengembang listrik swasta guna menghindari kerugian akibat pandemi corona, mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Seperti diketahui, rencana renegosiasi dengan IPP akan dilakukan PLN karena ada penurunan konsumsi listrik di sejumlah wilayah yang berimbas pada berlebihnya pasokan listrik.
Tapi benarkah? Bagaimana dengan konsumsi listrik dari pembangkit panas bumi?
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi menyatakan, hingga saat ini penyerapan listrik dari PLTP belum terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Artinya, tak ada penurunan konsumsi listrik dari panas bumi secara signifikan.
Namun Prijandaru mengakui, jika pandemi ini berlangsung lebih lama lagi, potensi pada berkurangnya penyerapan listrik dari PLTP akan ada.
Terkait rencana PLN untuk melakukan renegosiasi kontrak, Prijandaru menyatakan, PLTP memiliki kontrak jangka panjang yang sudah disepakati bersama dengan PLN dengan menggunakan sistem Take or Pay (TO). Dengan sistem ini, PLN diwajibkan menyerap listrik dari PLTP dengan kapasitas yang tertera dalam PPA. Jika PLN membeli di bawah kapasitas tersebut, maka akan terkena denda TOP.
“PLN membayar sesuai dengan level take or pay yang sudah disepakati. Artinya, terms and condition sudah disepakati di awal,” kata Prijandaru.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan, sebaiknya renegosiasi dilakukan PLN dengan IPP yang berbasis fosil. Pasalnya, secara kapasitas pembangkit berbasis fosil jumlahnya jauh lebih besar dibanding IPP berbasis EBT.
“Saya berharap PLN jangan sampai melakukan renegosiasi kontrak dengan pembangkit listrik tenaga bersih,” jelas Fabby, Kamis (30/4/2020)
Fabby menambahkan, jika PLN membeli di bawah kapasitas sesuai PPA, maka potensi penalti terbesar akan datang dari IPP berbasis fosil terkait adanya kontrak sistem TOP.
Selain itu, tegas Fabby, jika PLN melakukan renegosiasi dengan IPP energi bersih, dikhawatirkan akan mengganggu pencapaian target bauran energi yang telah ditetapkan.
“PLN berkewajiban mencapai target bauran 23% di 2025,” katanya. (es)