Jenny Mumek, anggota DPRD Sulawesi Utara (sumber photo: mitrakawanuafm.blogspot.com)
PABUMNews-Warga Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, mempertanyakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Pertamina Geothermal Energi (PGE). Mereka menilai dana CSR dari perusahaan panasbumi yang mengelola PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi) Lahendong Unit 5 dan 6 itu kini tidak jelas.
PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang berkapasitas 2 x 20 MW itu diresmikan oleh Presiden Jokowi pada akhir Desember 2016 lalu. Lokasinya berada di Kecamatan Tompaso sehingga masyarakat Tompasolah yang paling terdampak oleh keberadaan PLTP tersebut.
Kekecewaan masyarakat atas PGE muncul pada saat anggota DPRD Sulawesi Utara, Jenny Mumek, melakukan reses II tahun 2017 di Tompaso pekan kemarin. Kepada politisi PDIP inilah warga Tompaso “curhat” soal CSR PGE.
“Warga mengatakan, kesulitan yang dialami warga Tompaso tak mendapat perhatian serius dari perusahaan. Warga mempertanyakan dana CSR dari perusahaan yang kini tak jelas,” kata Jenny, seperti dirilis mediasulut.co Sabtu (23/9), di ruang kerjanya.
Menurut Jenny, warga Kecamatan Tompaso kini dalam kondisi kekurangan air bersih dan ada persoalan penerangan lampu. “Sementara PT PGE tidak ada kontribusi untuk mereka,” tegasnya.
Oleh karena itu Jenny berharap PGE bisa memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. Menurutnya, sangat tidak adil bila tanah warga setempat hasil buminya diambil, sementara mereka tidak mendapat apa-apa. “Tentunya harus ada kompensasi untuk warga di lingkungan sekitar proyek,” ungkapnya.
Sekadar informasi, peresmian Lahendong 5 dan 6 oleh Presiden Jowi, disatukan dengan peresmian PLTP Ulubelu Lampung. Nilai investasi tiga proyek PLTP tersebut mencapai US$ 532,07 juta atau Rp 6,18 triliun. Ketiganya menyerap tenaga kerja sekitar 2.700 orang. (es)