PABUMNews – Pemerintah menargetkan tahun 2030 tak ada lagi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar berbasis fosil/batubara.
Kemudian pada tahun 2058, seluruh pembangkit listrik berbasis fosil berhenti beroperasi digantikan dengan pembangkit berbasis energi baru terbarukan, termasuk panas bumi.
Program transformasi energi dari fosil ke EBT di sektor ketenagalistrikan tersebut dilakukan untuk menuju net zero emissions (NZE) pada 2060.
Hal itu juga bagian dari kesepakatan Konferensi Perubahan Iklim Ke-26 PBB (COP-26) di Glasgow, Skotlandia, tahun 2021 lalu.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, untuk mendukung transformasi infrastruktur ketengalistrikan tersebut, Pemerintah akan membangun sekitar 700 Giga Watt (GW) pembangkit EBT hingga tahun 2060.
“Indonesia akan membangun sekitar 700 GW pembangkit listrik energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang diperkirakan mencapai 1.942 TWh pada tahun 2060,” ungkap Arifin ketika berbicara pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 di Jakarta, Senin (18/9/2023).
PLTU disuntik mati
Arifin menambahkan, dalam rangka dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan, pemberhentian PLTU dan pengembangan pembangkit EBT akan dilakukan secara bertahap.
Hingga tahun 2030, pemerintah direncanakan mengembangkan pembangkit listrik energi terbarukan sebesar 20,9 GW dan penghentian dini PLTU.
“Setelah tahun 2030, diharapkan PLTU Batubara tidak akan dikembangkan lagi. Lalu, tambahan pembangkit setelah tahun 2030 hanya dari energi terbarukan. PLTU Batubara terakhir akan berakhir pada tahun 2058,” jelas Arifin.
EBT yang dikembangkan di sektor ketenagalistrikan tersebut di antaranya panas bumi.
Pemerintah, kata Arifin, menggulirkan program government drilling di 20 wilayah kerja panas bumi (WKP). Tujuannya, selain menggenjot aakselerasi pemanfaatan enegi bersih panas bumi, juga agar pihak swasta terhindar dari resiko eksplorasi.
“Pemerintah menyediakan dana untuk pengeboran di 20 wilayah kerja panas bumi dengan potensi 683 MW guna mengurangi risiko tinggi di sektor panas bumi,” tambahnya.
Lantas PLTU mana saja yang operasionalnya akan segera diberhentikan?
Dari hasil kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) dengan University of Maryland (UMD) pada 2022 lalu, ada 12 PLTU yang layak dipensiunkan pada tahun 2022/2023.
Ke-12 PLTU tersebut diidentifikasi sebagai low hanging fruits (LHF) karena secara teknis, ekonomi, dan dampak lingkungan, dinilai sangat buruk.
Berikut ini daftar 12 PLTU yang layak dipensiunkan tersebut:
1 Bangka Baru (60 MW) di Bangka Belitung
2 Banten Suralaya (1.600 MW) di Banten
3 Merak (120 MW) di Banten
4 Cilacap Sumber (600 MW) di Jawa Tengah
5 PLN Paiton (800 MW) di Jawa Timur
6 Tarahan (100 MW) di Lampung
7 Asam-Asam (260 MW) di Kalimantan Selatan
8 Tabalong (200 MW) di Kalimantan Selatan
9 Tabalong Wisesa (60 MW) di Kalimantan Selatan
10 Bukit Asam Muara Enim (260 MW) di Sumatra Selatan
11 Cikarang Babelan (280 MW) di Jawa Barat
12 Ombilin (200 MW) di Sumatra Barat.***