PABUMNews – Harris Yahya dilantik menjadi Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE (Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi), Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) pada Februari 2021.
Ia menggantikan Ida Nuryatin Finahari yang pada saat yang sama dilantik menjadi Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM.
Sebelum dilantik menjadi Direktur Panas Bumi, Harris adalah Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan. Dengan demikian, bagi lelaki yang suka fotografi ini, energi baru terbarukan dan energi bersih seperti panas bumi bukan hal baru.
Melihat unggahan di facebooknya, tampaknya selain hobi fotografi, Direktur Panas Bumi ini juga hobi bersepeda. Selain itu, ia suka sekali jalan bareng keluarga.
Beberapa unggahan foto di Facebooknya, tampak Harris tengah traveling bersama anak-anak dan istrinya.
Yang menarik lagi, Harris menyukai dunia digital. Di Facebooknya ia menuliskan profilnya sebagai digital creator selain menuliskan bekerja di Kementerian ESDM.
Berikut ini biodata Harris Yana, Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM yang dikutip Pabumnews dari Facebooknya:
Pekerjaan: Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM
SMA: SMAN 5 Makassar
Kuliah:
Universitas Indonesia: Managemen Energi
Universitas Hasanuddin
Alamat:Tinggal di Jakarta
Istri: Awalina Cahyani
Riwayat pekerjaan:
Direktur Panas Bumi (2021-sekarang)
Deputi di Dirjen EBTKE sejak 2011- 2017
Direktur Aneka EBT 2017-2021
Itulah biodata Harris Yahya.
Harris Yahya mengakui, pemanfaatan potensi panas bumi untuk energi listrik di Indonesia belum optimal.
Dari potensi sebesar 23.900 megawatt, hanya sekitar 2.175 megawatt saja listrik yang kini dihasilkan dari panas bumi.
Menurut Harris, pemanfaatan tidak langsung panas bumi untuk listrik memang memerlukan anggaran cukup besar dan teknologi canggih.
Oleh karena itu, katanya, dukungan insentif dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi ini.
Haris juga mengakui bahwa isu harga jual tenaga listrik panas bumi kini masih menjadi tantangan tersendiri. Maka pengembangan pada operasi PLTP harus dilakukan efisiensi.
Ada beberapa skenario yang disiapkan pemerintah untuk mendukung pembiayaan operasi panas bumi agar diperoleh angka perekonomian.
Skenario tersebut antara lain pengeboran eksplorasi panas bumi oleh Badan Geologi dengan dana APBN di 20 wilayah kerja panas bumi dengan kapasitas 683 MW.
Kemudian, lanjutnya, pemanfaatan pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi dan Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM) untuk pendanaan pengembangan panas bumi di Indonesia.***