Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (sumber foto: edunews.id)
PABUMNews- Sumber energi panasbumi di Indonesia hampir semuanya berada di kawasan hutan. Data dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, ada 56 titik potensi panasbumi di hutan lindung, 50 titik di hutan produksi, dan 145 titik di areal penggunaan lain (APL). Bila seluruh potensi titik panasbumi ini dikelola, maka dapat menghasilkan energi listrik hingga 28.617 megawatt.
Dulu, lokasi panasbumi yang berada di hutan, terutama hutan konservasi menjadi masalah yang menghambat pengembangan energi panasbumi sebagai energi bersih. Hal ini terjadi karena terganjal status panasbumi yang dikatagorikan sebagai barang tambang. Sesuai UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, maka kawasan konservasi merupakan kawasan terlarang untuk kegiatan pertambangan.
Namun seiring dengan terbitnya UU No 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan “lampu hijau” pemanfaatan panasbumi di kawasan konservasi. Menteri LHK Siti Nurbaya pun sempat mengatakan, potensi panasbumi ini harus dimanfaatkan menjadi energi terbarukan. Sebab selama ini baru 10% dari total energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi terbarukan dan 90% sisanya masih menggunakan energi fosil (Kontan.co.id, Selasa, 21 Maret 2017).
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) KLHK, Is Mugiono, menyebutkan, dengan adanya Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, maka kawasan konservasi tak lagi terlarang bagi pemanfaatan energi panasbumi. Kemudian UU itu dilengkapi pula dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
“Maka regulasi untuk pemanfaatan geothermal di kawasan konservasi menjadi lengkap,” katanya (Antara, 9 Maret 2017).
“Meskipun potensi panasbumi yang berada di kawasan konservasi sebenarnya tidak sebesar di APL, namun potensi (panas buminya-red) cukup besar, maka kita berikan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi,” kata Is lagi.
Lalu bagaimana kinerja perusahaan pengembang panasbumi di mata Kementerian Ligkungan Hidup?
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Karliansyah, mengatakan, melihat kinerja PROPER Industri Geothermal periode 2015-2016, dari 14 perusahaan hanya satu yang mendapat peringkat merah. Namun itu pun bukan karena proses operasional, melainkan karena izin pengurusan air limbah (Antara, 9 Maret 2017).
Karliansyah juga mengakui, operasional Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) tidak bermasalah bagi lingkungan. Hanya pada tahap eksplorasi yang membutuhkan lebih banyak prinsip kehati-hatian. (es)