Home / Berita

Jumat, 12 April 2019 - 12:55 WIB

Panas Bumi Bukan Gas Bumi

PLTP Dieng, Jawa Tengah (foto: Dok. Geo Dipa Energi)

PLTP Dieng, Jawa Tengah (foto: Dok. Geo Dipa Energi)

PABUMNews -Apa bedanya panas bumi dengan gas bumi? Sekretaris Umum ADPPI (Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia), Harry Nurulfuad, menyatakan, mungkin sebagian masyarakat belum mengerti makna dari panas bumi secara menyeluruh.

“Masyarakat awam sering kali menyamakan panas bumi dengan gas bumi, padahal itu merupakan jenis energi yang jauh berbeda,” katanya, Jumat(12/4/2019).

Panas bumi atau geothermal, lanjutnya, secara umum adalah proses aliran atau perpindahan panas dari sumber panas dalam perut bumi menuju permukaan bumi tempat di mana kita berdiri. Atinya, bahwa setiap dari kita sudah mendapatkan manfaat dari energi panas bumi.

Harry menjelaskan, energi panas bumi inilah yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Suhu permukaan bumi berbeda-beda bergantung pada seberapa dekat sumber panas yang ada di dalam bumi dengan permukaan.

“Salah satu contoh area yang memiliki panas lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di permukaan bumi adalah area gunung api. Sering kali kita melihat area di dekat gunung api yang mengeluarkan asap atau mata air panas. Asap atau mata air panas tersebut adalah uap atau air hasil interaksi antara air yang berada di dalam tanah dengan batuan-batuan panas di sekitar gunung api. Sebagai contoh kawah Cibuni dan pemandian air panas Ciater yang ada di Jawa Barat. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah manifestasi geothermal. Sebagian besar masyarakat Indonesia memanfaatkan fenomena tersebut untuk kegiatan wisata,” katanya.

Baca Juga  Infrastruktur Capai 99%, PLTP Lumut Balai Diharapkan Beroperasi Juli

 

 

Sekum ADPPI Harry Nurulfuad

 

Jadi, ungkap Harry, secara sadar dan tidak sadar sebenarnya kita telah memanfaatkan geothermal dan menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari,” ujarnya.

Indonesia, menurut Harry, dianugerahi potensi energi geothermal atau panas bumi yang melimpah. Keberadaan pegunungan api yang membentang dari ujung barat sampai timur Indonesia selain memberikan anugerah kesuburan pada tanah di sekitarnya, ternyata menyimpan energi terbarukan yang saat ini belum dimanfaatkan dengan optimal.

Ia menerangkan, dalam Undang Undang No 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi, pemanfaatan panas bumi dibagi menjadi dua yaitu pemanfaatan langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan langsung adalah pemanfaatan panas bumi tanpa melakukan konversi/perubahan energi, misalkan untuk area wisata, pemandian air panas, area pertanian dan perikanan (green house di Islandia), pemanas dan pendingin ruangan (Jerman, Belanda, Amerika, Selandia Baru, dll) serta pemanfaatan-pemanfaatan secara langsug lainnya.

“Bahkan di Islandia, air panas dari pembagkit listrik Panas Bumi (PLTP) dialirkan di bawah jalan raya untuk menjaga agar jalan tidak licin akibat dari dinginnya udara di Islandia. Di Indonesia sendiri pemanfaatan langsung panas bumi saat ini lebih banyak dugunakan untuk area wisata dan pemandian air panas,” bebernya.

Sementata pemanfaatan tidak langsung panas bumi adalah pemanfaatan energi untuk pembangkitan listrik. Potensi panas bumi Indonesia yang sangat besar tersebar di 342 titik potensi dengan total potensi 29 GW atau 40% dari total potensi panas bumi yang ada di dunia.

Baca Juga  Catatan EBT: Investasi, Bauran dan Pemerataan

“Namun kapasitas PLTP terpasang di Indonesia saat ini sebesar 1.924,5 MW atau baru 11% saja yang telah dimanfaatkan,” bebernya.

Pemanfaatan energi panas bumi dalam kelompok energi terbarukan memiliki peringkat yang sangat baik dibandingkan jenis energi terbarukan lainya. Selain memiliki efisiensi yang cukup tinggi (±90%) dibandingkan energi terbarukan lainnya, pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkitan listrik membutuhkan lahan yang relatif lebih kecil.

Selain itu, energi panas bumi tidak bergantung pada cuaca dan bahan baku. Misalkan saja mikrohidro yang sangat bergantung pada curah hujan, surya yang bergantung pada intensitas cahaya matahari, bayu yang bergantung pada perubahan cuaca dan kecepatan angin, ataupun biogas dan PLTSa yang bergantung pada pasokan bahan baku dan sampah.

“Hal tesebut dikarenakan sumber panas untuk pembangkitan listrik panas bumi tersedia setiap waktu,” tukasnya.

Harry pun mnjelaskan, pengunaan fluida panas bumi, sistem pembangkitan PLTP menggunakan siklus tertutup. Fluida panas yang digunakan untuk menggerakan turbin dengan temperature rata-rata 180°C selanjutnya dimasukan atau diijeksikan kembali ke dalam reservoir panas bumi pada temperature 120-160°C.

“Selain untuk menjaga keberlangsungan pembangkitan listrik, siklus tertutup ini menjaga fluida panas bumi yang menggandung mineral-mineral bawaan gunung api yang terlarut dalam fluida panas bumi tidak terpapar keluar sistem, sehingga resiko tercemarnya lingkungan dari aktifitas tersebut sangat kecil,” jelasnya. (es)

Berita ini 1,619 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Berita

BPPT Kaji PLTP Skala Kecil untuk Daerah Terpencil

Berita

Semburan Api di KM 86B Tol Cipali Subang Berasal dari Gas Biogenik, Apa itu?
Akses Menuju Kawah Darajat Terputus

Berita

Akses Menuju Kawah Darajat Terputus

Berita

PLN Siapkan Listrik Panasbumi untuk Pelayanan Premium Green Energy

Internasional

PLENARY SESSION ITB International Geothermal 2022, Berikut Informasi Lengkapnya

Berita

Menanti Aliran Listrik dari Panasbumi Rantau Dedap

Berita

Terbawa Hujan, Lumpur ‘Cut And Fill’  PLTP Baturaden  Kotori Sungai Prukut

Berita

Informasi yang Baik Dorong Percepatan Pengembangan Panasbumi