PABUMNews – Direktur Panas Bumi, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, secara terus terang mengatakan target kapasitas panas bumi sebesar 7.241,5 MW pada 2025 untuk mendukung bauran energi 23 persen, tak akan tercapai. Menurutnya, target tersebut kemungkinan baru tercapai pada 2030.
“Jika realistis, untuk 2025 keliatannya kita hanya bisa bangun 3.352,6 MW. Jadi memang hampir separuh dari target 7.241,5 MW,” ujar Ida dalam diksusi virtual yang digelar Kamis (11/6/2020).
Ida pun menjelaskan target panas bumi yang berbeda antara Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 untuk tahun 2025. Target sesuai RUEN, kapasitas panas bumi tahun 2025 adalah 7.200 MW, namun dalam (RUPTL) 2019 – 2028 target untuk tahun 2025 lebih rendah, yakni sebesar 6.310,5 MW.
Menurutnya, ada sejumlah kendala dalam pengembangan panas bumi. Di antaranya, area prospek panas bumi berada di kawasan hutan konservasi dan tropical rainforest heritage of Sumatra (TRHS).
Kendala lainnya, pemanfaatan panas bumi membutuhkan anggaran sangat besar sebab pengembang harus pula membangun infrastrukur di luar pembangkit. “Hal menjadikan listrik panas bumi, dari sisi harga kurang kompetitif dibanding sumber lainnya,” katanya.
Guna menggenjot pengembangan panas bumi, lanjut Ida, pemerintah menyiapkan skema insentif atau tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek.
“Kemudian pemerintah menyusun Peraturan Presiden yang mengatur mengenai tarif Energi Baru Terbarukan (EBT) termasuk panas bumi. Selain itu pemerintah bakal mengeksplorasi wilayah kerja panas bumi untuk meningkatkan kualitas data. Sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di proyek panas bumi,” ujarnya.
Masih menurut Ida, dalam peta jalan pengembangan panas bumi 2020 – 2030, Kementerian ESDM membagi pembangunan energi panas bumi ke dalam beberapa kategori.
Pertama, kegiatan pengusahaan yang eksisting dan sudah PPA (Power Purchase Agreement). Jumlahnya 57 kegiatan pengusahaan yang tersebar di 28 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas 2.232 MW.
Kegiatan dalam tahap pipeline dan sudah masuk RUPTL namun belum PPA, jumlahnya 44 kegiatan yang tersebar di 34 WKP/WPSPE dengan kapasitas 1.630 MW.
Kemudian ada yang masih potensial dan belum masuk RUPTL ada 76 proyek di 54 wilayah ada 2.015 MW,” katanya.
Kemudian berdasarkan target waktu Commercial On Date (COD), ada kegiatan jangka pendek 2020 – 2024 yakni 29 proyek dengan besarnya 740 MW. Kemudian jangka menengah 2025 -2028 yakni 71 proyek dengan kapasitas 2.872 MW. Untuk jangka panjang 2029-2030 sebanyak 77 proyek dengan kapasitas 2.265 MW.
Berdasarkan sumber daya panas bumi, kegiatan pemanfaatan temperatur tinggi lebih dari 225 derajat celcius jumlah sebanyak 131 kegiatan dengan kapasitas 4.995 MW. Lalu untuk temperatur menengah 125 derajat celcius sampai 225 derajat celcius ada 882 MW di 546 kegiatan.
Ida pun menjelaskan, pemanfaatan panas bumi untuk energi listrik sekarang ini baru 8 persen dari potensi yang ada, atau sebesar 2.130,7 MW. Kapasitas terpasang sebesar 2.130,7 MW ini berasal dari 16 PLTP pada 14 WKP.
“Tahun 2020 ini kapasitas terpasang ditergetkan naik menjadi 2.270,7 MW,” paparnya. (Has)