PABUMNews – Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Harris Yahya mengeluarkan izin Penunjukkan Survei Pendahuluan Eksplorasi (PSPE) pada PT Daya Mas Geopatra Pangrango, di wilayah Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Lokasi tersebut merupakan wilayah Kawasan Hutan Konservasi Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP), guna melaksanakan Proyek Pengembangan Panas Bumi (Geothermal).
Nantinya akan menjadi Sumber Energi Pembangkit Tenaga Listrik untuk pasokan listrik daerah Jawa dan Bali.
Proyek Pengembangan Geothermal di kawasan kaki Gunung Gede-Pangrago ini, merupakan agenda besar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam upaya melakukan percepatan pengembangan Geothermal di Indonesia dengan dipayungi kebijakan hukum Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penunjukkan Survei Pendahuluan Eksplorasi (PSPE) dan Peraturan Menteri ESDM No.37 Tahun 2017 Tentang Wilayah Kerja Panas Bumi Tidak Langsung.
Bupati Cianjur H. Suherman Suherman mendukung penuh pelaksanaan rencana tahapan kerja PSPE yang dilakukan PT. Daya Mas Geopatra Pangrango, dalam Proyek Pengembangan Geothermal yang akan beroperasi dikawasan kaki Gunung Gede-Pangrango.
Menurutnya, Proyek Pengembangan Gheotermal dikawasan kaki Gunung Gede-Pangrango ini akan memberi manfaat luas bagi peningkatan kesejahteraan dan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Cianjur.
Dengan meminimalkan dampak yang mungkin terjadi, apalagi posisi wilayah Cipanas merupakan kawasan konservasi yang harus dipertahankan kelestariannya.
Namun rencana proyek tersebut ditolak keras oleh Ketua Pimpinan Wilayah Serikat Tani Nelayan (PW STN) Jawa Barat, Wendi Hartono.
“Proyek Pengembangan Geothermal di wilayah Cipanas, berpotensi besar terhadap kerusakan alam dan lingkungan dikawasan kaki Gunung Gede-Pangrango. Terutama berhubungan erat dengan ketersediaan sumber air bersih dan pengairan lahan-lahan tanah garapan warga masyarakat sekitarnya,” jelas Wendi. Sabtu (19/11/2022).
Menurut Wendi, Jika Proyek Pengembangan Geothermal tersebut dilaksanakan sebagaimana protes keras warga masyarakat Desa Sukatani-Cipanas, karena Desa Sukatani menjadi lokasi paling dekat Proyek tersebut.
Protes keras penolakan warga masyarakat Desa Sukatani, meski disikapi secara serius oleh instansi Pemerintah terkait yakni, Kementerian ESDM dan Pemerintah Kabupaten Cianjur.
“Dampak buruk kerusakan lingkungan dan hilangnya sumber pendapatan warga masyarakat kaki Gunung Gede-Pangrango yang mayoritas adalah petani penggarap. Apalagi aliran-aliran mata air sungai Citarum dari Kawasan TNGGP merupakan sumber air bagi kebutuhan masyarakat Cianjur, Bogor, Bandung, Sukabumi, Jakarta dan sekitarnya,” bebernya.
Selain itu, aliran-aliran sungai mata air dari TNGGP salah satunya adalah Sungai Citarum menjadi sumber air bendungan Cirata, Jatiluhur dan Saguling bagi kebutuhan energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
“Selama ini memasok kebutuhan listrik untuk daerah Jawa-Bali, menghasilkan produksi tenaga listrik cukup besar dari ketiga PLTA tersebut sudah mencukupi pasokan energi listrik di Jawa-Bali,” ujarnya.
Karena itu, menurut Wendi, tidak perlu lagi menambah produksi daya tenaga listrik berbasis Pengembangan Geothermal.
“Selain menambah pengeluaran negara dan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan, terutama sekali menimbulkan krisis kebutuhan air bagi masyarakat luas, karena berbicara air menyangkut hajat hidup orang banyak dan hidup dan matinya sebuah bangsa,” pungkasnya.***