PABUMNews – PT Rekayasa Industri (Rekind) mengungkapkan, PLTP Rantau Dedap yang diperasikan PT Supreme Energy merupaan PLP tersulit dikerjakan.
Kendati demikian Rekind mampu menyelesaikannya hingga kemudian PLTP ini COD dan mampu memberikan listri dari sumber energi bersih kepada masyarakat.
PLTP Rantau Dedap saat ini berkapasitas 90.9 MW. Lokasinya di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Disebut tersulit karena memang medannya cukup liar.
“Alhamdulillah, Rekind mampu menyelesaikan Proyek PLTP Rantau Dedap, yang dikenal sebagai proyek PLTP tersulit di Indonesia,” kata Direktur Utama PT Rekind, Triyani Utamingsih dalam rilisnya Senin (17/4/2023).
Yani, demikian panggilan akrab Triyani Utamingsih, kesuksesan menyelesaikan PLTP Rantau Dedap, merupakan bukti keandalan Rekind dalam pengerjaan proyek panas bumi.
“Upaya ini juga merupakan cerminan dukungan Rekind terhadap pemerintah untuk mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca sesuai Nationally Determined Contribution dan transisi energi menuju Net-Zero Emissions pada 2060,” ujarnya.
PLTP Rantau Dedap dibangun di kawasan Hutan Bukit Jambul, Sumatera Selatan dan posisinya ada di atas ketinggian 2560 meter di atas permukaan laut.
Sumber panas bumi PLTP itu terletak di Bukit Besar dan Anak Bukit Besar dari intrusi yang tertimbun di dalam zona rekahan cincin kaldera berupa lubang besar seperti kuali yang berukuran lebih dari 2 kilometer.
Yani menjelaskan, tahapan awal yang penting dalam pengerjaan pembangunan PLTP Rantau Dedap adalah membuka lahan untuk menjangkau lokasi sumber panas bumi, sekaligus membangun infrastruktur penunjangnya, seperti jalur pipa, akses jalan menuju lokasi wellpad dan area Gothermal Power Plant (GPP) dengan total luasnya mencapai sekitar 7 hektar.
“Pengerjaan tahap awal ini dirasakan sangat sulit, penuh tantangan dan bahkan mengancam jiwa pekerja. Semua pekerja harus berhadapan dengan kondisi cuaca harian yang rata-rata mencapai 10-20 derajat celcius,” tuturnya.
Tak hanya itu, Rekind juga dihadapkan pada masalah logistik karena lokasi proyek hanya memiliki satu akses jalan sepanjang 30 kilometer dari kecamatan terdekat.
Akses jalan tersebut memiliki medan terjal dengan lebar yang terbatas kira-kira 3,5 meter. Ditambah lagi permasalahan masyarakat lokal yang merasa terganggu akibat aktivitas logistik tersebut.
“Dalam pelaksanaannya situasi ini menyebabkan transportasi material hanya bisa dilakukan 15 trip per hari dan dilakukan pada malam hari. Meskipun demikian, semua tahapan kegiatan proyek bisa kami lakukan semaksimal mungkin,” ucap Project Manager Rekind untuk Proyek PLTP Rantau Dedap, Dwi Novianto.
Meskipun demikian, lanjut Dwi, Rekind tetap melaksanakan kegiatan kerja yang terukur dan terencana dengan tepat. Bahkan tetap mengedepankan inovasi dan penerapan teknologi kekinian dalam melahirkan karya-karya terbaik di proyek tersebut.
Sementara itu, dikutip dari laman Supremen Energy, PLTP Rantau Dedap memulai konstruksi sipilnya pada awal Januari 2013 dan menyelesaikan ± 42 km jalan aksesnya.
Pada tahun 2015 SERD telah menyelesaikan 6 sumur bor eksplorasi: RD-B1, RD-B2, RD-C1, RD-I1, RD-I2, RD-C2, dan pada tahun 2016 telah menyelesaikan Studi Kelayakan yang menyatakan kapasitas cadangan terbukti sebesar 92 MW (gross).
Setelah berhasil mencapai financial close di tahun 2018, SERD telah memulai kegiatan tahap pengembangan. Meskipun lokasi proyek terpencil dan dibangun di tengah pandemi Covid-19, SERD berkomitmen pada pengembangan Energi Panas Bumi di Indonesia untuk mendukung Pemerintah Indonesia mencapai tujuan transisi energi.
Perjalanan panjang yang juga menantang untuk proyek SERD dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Rantau Dedap akhirnya mencapai Operasi Komersial dengan kapasitas 91,2 MW pada 26 Desember 2021. (*)