PABUMNews – Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI), Hasanuddin, menilai, target kapasitas terpasang energi panasbumi untuk pembangkit listrik sebesar 7.200 MW hingga tahun 2025, sulit direalisasikan, Hal itu terjadi karena kendala mendasar pengusahaan tidak diatasi.
Beberapa kendala yang menghambat pencapaian target, menurut Hasanuddin, di antaranya harga pembelian tarif listrik dari pengembang yang tidak ekonomis, kendala sosial yang menghambat pengembangan, dan isu bahwa pengembangan panasbumi berbenturan dengan kepentingan lingkungan.
Kendala-kendala tersebut, lanjutnya, bukan kendala bersifat teknis proses pengusahaan panasbumi, akan tetapi berada di luar yang pemecahannya memerlukan intervensi pemerintah.
“Intervensi tersebutĀ berupa kebijakan atau regulasi yang bisa mengakomodir harapan semua pihak, baik pemerintah, pengembang, maupun masyarakat di sekitar,” katanya di kantor ADPPI di Jakarta, Kamis (4/8/2017).
Hasanuddin menegaskan, ilmu dan teknologi sekarang ini telah berkembang sangat maju sehingga resiko eksplorasi dan eksploitasi dapat ditekan. “Ditambah lagi dengan kemampuan para tenaga ahli kita yang sudah sangat berpengalaman,” katanya.
Dijelaskannya pula, persoalan mendasar yang dihadapi para pengembang panasbumi adalah resiko regulasi dan kepastian sosial. “Persoalan mendasar tersebut semuanya bertumpu pada kesiapan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengatasi soal tarif, kendala sosial dan isu lingkungan tadi,” ujarnya.
Hasanuddin menyayangkan kegiatan IIGCE tahun 2017 yang saat ini sedang berlangsung tidak membahas persoalan-persoalan di atas. “Sangat disayangkan, padahal hal tersebut sangat urgent dan mendesak untuk diatasi agar pengusahaan panasbumiĀ dalam rangka mencapai target 2025 bergairah lagi,” ungkapnya.
Di sisi lain Hasanuddin pun melihat ada yang diabaikan dalam Forum IIGCE tahun 2017 ini. Forum tersebut malah terfokus pada pembahasan pemanfaatan tidak langsung panasbumi, sementara pemanfaatan langsung diabaikan.
“Pemanfaatan langsung panasbumi sekarang ini menghadapi beberapa persoalan, sehingga harusnya mendapat perhatian juga dalam forum IICGE sekarang. Namun ternyata hal itu tak disinggung sama sekali sehingga persoalan-persoalan pemanfataan langsung tetap menggantung,” tuturnya. (Enjang)